Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Rabu, 02 Juni 2010

Luka Parah, 2 WNI Tertahan di Israel



JAKARTA -- Nasib 12 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disergap dan ditangkap serdadu Israel, mulai jelas. Kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam dua kali konferensi pers, menjelaskan bahwa 10 WNI yang ikut dalam misi kemanusiaan Freedom Flotilla, telah berada di daerah yang aman, Amman Yordania.

Sementara dua lainnya; Okvianto Baharudin dari Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (Kispa), dan Surya Fahrizal, reporter Majalah Suara Hidayatullah, masih dirawat di Rumah Sakit London, Haifa, sebuah kota di utara Israel. Keduanya menderita luka parah setelah diberondong serdadu zionis di atas Kapal Mavi Marmara.

"Sebetulnya bukan luka ringan. Karena yang satu orang tertembak di bagian kaki dan tangan, jadi termasuk luka berat. Kemudian satu orang lagi tertembak di bagian dada. Itu juga luka berat," kata kepala negara menjelaskan kondisi yang sebenarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, informasi yang sampai ke Istana Presiden, dari 12 WNI yang ikut dalam misi kemanusiaan Freedom Flotilla, hanya satu yang terluka. Itupun hanya cedera ringan.

Menurut SBY, khusus untuk dua WNI yang terluka parah itu, saat ini sedang dilakukan upaya mengevakuasi keduanya ke rumah sakit Jordania. Dalam keterangannya, presiden mengaku telah menginstruksikan Dubes RI di Jordania untuk memastikan bahwa dua orang WNI yang ada di Israel mendapatkan perawatan dan pengobatan terbaik.

"Saudara tahu kita tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel. Oleh karena itu, kita meminta bantuan pemerintah Jordania, ICRC (International Committee of The Red Cross), dan pihak manapun," SBY menambahkan. "Dua orang WNI yang terluka diharapkan juga dapat segera dievakuasi ke Jordania," jelas kepala negara.

Menurut SBY, hal ini perlu untuk segera ditindaklanjuti. Makanya, ia telah memerintahkan Dubes RI di Jordania, Zainulbahar Noor untuk mencari informasi kedua orang ini serta mengusahakan perawatan dan pengobatan terbaik.

Sementara 10 sukarewalan yang telah dilepas tentara Israel sekarang telah berada di kantor KBRI Amman dalam kondisi sehat dan selamat. "Saya baru saja berkomunikasi dengan duta besar kita (Zainulbahar, red) yang ada di Jordania. Sepuluh orang saudara-saudara kita, alhamdulillah bisa sampai ke Jordania," kata SBY.

SBY juga telah menelepon salah seorang relawan yang sempat ditawan, yakni Ferry Nur, ketua Kispa, saat bersama rombongan tawanan lainnya menumpang bus menuju Yordania. "Bicara agak panjang, menjelaskan tentang situasi dan apa yang dialami oleh warga negara kita bersama-sama rombongan relawan dunia yang ada di dalam kapal yang diserang tentara Israel," SBY menambahkan.

Selain itu, tambah SBY, Indonesia juga terus melakukan langkah diplomasi dalam merespons tindakan militer Israel. "Kita akan terus desak PBB, to take action yang pasti, yang firm, yang tegas terhadap insiden ini," tegas SBY.

Indonesia juga akan menggalang dukungan internasional untuk menekan Israel menghentikan pembangunan permukiman yang justru menimbulkan permasalahan baru. Indonesia juga mendorong negara-negara lain menekan Israel menghentikan serangan-serangan militer dan kembali ke meja perundingan untuk memberikan kemerdekaan bagi Palestina. "Ini diplomasi yang terus kita jalankan pada tingkat global," katanya.

Presiden mengatakan, Indonesia juga siap terlibat aktif dalam perundingan bagi kemerdekaan Palestina. "Bahkan manakala nanti perundingan berjalan secara konklusif, kemudian persiapan untuk kemerdekaan Palestina bisa dilakukan dan diperlukan pemeliharaan situasi, semacam tugas peace keeping mission, Indonesia siap mengirimkan kontingennya dalam tugas pemeliharaan di wilayah itu di bawah bendera PBB," kata Presiden.

SBY berpendapat, perdamaian dan keamanan dunia sangat dipengaruhi oleh situasi politik di Timur Tengah, utamanya di Palestina. "Sebagai salah satu pemimpin dunia, saya menyerukan kepada world leaders, pemimpin-pemimpin dunia yang lain, termasuk Sekjen PBB, agar kita sangat serius dalam menangani persoalan yang ada di Palestina ini," katanya.

Dirjen Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Teguh Wardoyo, mengatakan bahwa pemulangan dua WNI di RS Haifa terkendala hal teknis. Yakni, kondisi fisik keduanya yang masih lemah. Sehingga, upaya mengeluarkan mereka dari wilayah Israel sulit terlaksana.

"Kami masih menunggu kondisinya membaik. Begitu mereka sudah agak fit, langsung kami bawa keluar (Israel, red). Saat ini mereka sudah ada yang mendampingi, termasuk lawyer juga sudah kami sewa," kata Teguh.

Menurut dia, ketika ditahan, para WNI itu sempat diinterogasi oleh intelijen dan pasukan khusus Israel. Mereka dipaksa menandatangani sejumlah pernyataan dalam format Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang isinya siap dideportasi, mengakui kesalahan, dan perjanjian hitam di atas putih bahwa tidak akan mengulangi hal serupa.

"Namun, kami sudah meminta mereka untuk tidak menandatanganinya. Alasannya, selain ditulis dalam bahasa Ibrani, mereka juga punya hak menolak," kata dia.

Teguh menyatakan, proses penyelamatan 12 WNI dari upaya penahanan terlaksana berkat koordinasi cepat antara Kemenlu dengan KJRI Jordania. Menurut Teguh, mereka dilepas setelah KBRI Jordania menghubungi salah satu anggota parlemen Israel yang propenegakan HAM.

Secara psikis, tambahnya, semua WNI dalam kondisi baik. Mereka bahkan tidak merasa terintimidasi oleh aksi brutal AL Israel tersebut. "Mereka kondisinya siap tempur. Siang ini (kemarin, red) mereka sudah ditampung di Wisma KJRI Amman, menunggu pemulangan," pungkasnya.

Bebaskan relawan

Kecaman seluruh dunia terhadap Israel membawa hasil. Selang sehari setelah Dewan Keamanan (DK) PBB mengeluarkan pernyataan atas serangan terhadap rombongan kapal kemanusiaan Freedom Flotilla dan penahanan seluruh relawan, Israel kemarin melepaskan mereka.

Sekitar 700 relawan dan aktivis yang tergabung dalam misi kemanusiaan bagi warga di Jalur Gaza telah dibebaskan dan dideportasi. Dari jumlah itu, sekitar 50 orang --sebagian warga Turki dan sebagian lainnya dari Eropa-- dibebaskan Selasa 1 Juni lalu.

"Kami pastikan tidak ada lagi tahanan (dari para relawan) di penjara kami," kata Yron Zamir, juru bicara otoritas penjara Israel, kemarin.

Menurut Zamir, semua relawan telah dibawa ke Bandara Internasional Ben Gurion, dekat Tel Aviv, menuju perbatasan Jordania. Lebih dari 120 relawan dideportasi ke Jordania pagi kemarin pagi. Selain itu, 200 relawan Turki kemarin juga dipulangkan ke negaranya. Relawan yang lain diterbangkan belakangan.

Sebelumnya, Jaksa Agung Israel Yehuda Weinstein menyatakan bahwa seluruh relawan yang ditahan itu akan dideportasi paling lambat sebelum Rabu tengah malam. Menurut dia, Israel memutuskan untuk tidak memproses para relawan tersebut. Padahal, informasi sebelumnya menyebutkan bahwa sekitar 50 relawan akan disidang di Israel atas tuduhan terlibat penyerangan terhadap tentara Israel.

"Menahan mereka (dan memproses ke pengadilan) akan membawa dampak kerugian yang lebih besar bagi kepentingan negeri ini (Israel, red) daripada kebaikan," ungkap Weinstein dalam surat perintah pembebasan yang ditulisnya.

Sore kemarin, deportasi 682 aktivis dan relawan sudah diselesaikan. Mereka tergabung dalam misi kemanusiaan yang berupaya menembus blokade dan embargo Israel terhadap Jalur Gaza. Para aktivis dan relawan tersebut menumpang enam kapal dengan membawa 10 ribu ton bantuan bagi rakyat Palestina.

Kapal mereka dicegat, ditembaki, dan diserbu Israel ketika berada di perairan internasional di Laut Mediterania. Dalam insiden itu, 19 relawan tewas dan puluhan lain luka-luka.
Sejauh ini, masih ada sembilan jenazah relawan yang berada di kamar mayat rumah sakit Israel. Tidak seorang pun dari mereka diketahui identitasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar